JAKARTA, mediadunianews.co - Pada kegiatan Musyarawah Besar Pers Indonesia yang diinisasi oleh Sekretariat Bersama (Sekber) Pers Indonesia, Selasa (18/12/2018) lalu, di Gedung Sasono, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, terkuak luapan emosional atas kinerja buruk Dewan Pers dalam menjaga kebebasan pers di Indonesia, hingga dibentuknya Dewan Pers Independen.
Peserta musyawarah besar ini hadir mencapai lebih 2000 orang yang semuanya adalah para penggiat pers dan aktifis pers dari berbagai penjuru di Indonesia.
Salah satu yang terpancar di acara itu adalah terkuaknya kinerja buruk Dewan Pers di beberapa tahun belakangan ini dalam melindungi wartawan maupun media yang memberitakan tentang kritikan maupun peristiwa sosial masyarakat justru dikriminalisasi.
Bahkan tidak sedikit wartawan mendapat intimidasi dan kekerasan, hingga yang lebih menyakitkan lagi diproses hukum oleh pihak kepolisian hingga dijembloskan ke penjara karena pemberitaan yang dibuat, dan ada beberapa diantaranya hadir korban kriminalisasi wartawan pada acara tersebut.
Diketahui pada agenda musyarawah itu, Sekber Pers Indonesia membentuk Dewan Pers Independen untuk menggantikan Dewan Pers dan atas kekecewaan terhadap kinerja Dewan Pers yang acap kali melakukan pembiaran dan tidak proaktif atas semua peristiwa yang menimpa wartawan.
Dewan Pers Independen ini dibentuk terdiri dari belasan organisasi pers dan ratusan media yang menyatakan sikap untuk bernaung kepada Dewan Pers Independen ketimbang Dewan Pers yang sudah ada.
Atas pembentukan Dewan Pers Independen ini, banyak pelaku pers yang mendukung dan berharap penuh kepada Dewan Pers Independen menggantikan Dewan Pers.
Berikut beberapa keterangan pers yang dihimpun media ini:
Pemimpin Redaksi inspiratormedia.id, Zulfahmi Siregar dalam keterangan persnya menyampaikan, dengan terbentuknya Dewan Pers Independen dalam Mubes Pers Indonesia 2018 ini, kita harapkan semua informasi pemberitaan atau isu-isu di daerah agar juga cepat sampai ke pusat.
Sehingga tidak terjadi yang disebut sebuah sentralistis pemberitaan, ujarnya yang menilai bahwa pemberitaan di pusat lebih mendominasi diberbagai media ketimbang pemberitaan daerah-daerah.
Termaksud juga kinerja Dewan Pers Independen untuk tidak ada lagi wartawan yang termarginalkan, dan jika ada permasalahan pemberitaan dikaitkan dengan hukum maka Dewan Pers Independen harus siap melakukan advokasi atau pendampingan hukum.
Pemimpin Redaksi Majalah Inspirator, Ichan juga memberikan keterangan pers mengatakan, dirinya salut dengan antusias rekan-rekan wartawan yang memiliki solidaritas tinggi untuk datang berbondong-bondong menghadiri acara Mubes Pers Indonesia dan mendukung terbentuknya Dewan Pers Independen.
Begitu pula dengan aktifis pers, pendiri dari Forum Wartawan Digital disingkat Forward, Mahar Prastowo menyampaikan pada keterangan persnya, ia mengapresiasi musyawarah besar Pers Indonesia ini dan optimis menjadi sebuah gerakan pers yang kuat sehingga pelaku-pelaku pers di Indonesia mempunyai ruang pelindung dalam menjalankan pekerjaan wartawan yang sesungguhnya, menurutnya, kemerdekaan pers dilindungi UUD 1945 dan UU Pers.
Tidak luput kehadiran langsung pelaku pers dari Papua yakni perwakilan dari Media Online papualives.com, Maikel Edowai, ikut dalam mubes pers Indonesia, pada keterangan persnya mengatakan, musyarah ini merupakan bagian dari perhatian terhadap kebebasan pers.
Ia tertarik dengan tema yang diusung dalam acara ini,”Satukan Persepsi Seluruh Pers Tanah Air Untuk Membentuk Dewan Pers Independen Demi Mewujudkan Profesionalisme dan Independensi Sesuai Amanat UU Nomor 40 tahun 1999″.
Yang paling menarik adalah statement seorang DR. Ibnu Mazjah, S.H., M.H, Staf Pengajar pada Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Mathlaul Anwar, Banten, yang juga memberikan pandangannya terkait agenda pembentukan Dewan Pers Independen ini.
Dalam keterangan persnya menerangkan, hajat masyarakat pers yang dihadiri 2000-an peserta dari perwakilan media massa maupun organisasi pers di Indonesia yang mengemban misi membentuk Dewan Pers Independen.
Hal itu adalah susulan dari penilaian masyarakat pers terhadap Dewan Pers yang dinilai tak demokratis serta tak merepresentasikan penghormatan terhadap kebebasan pers itu sendiri.
Beberapa tindakan dan kebijakan Dewan Pers, yang saya ketahui antara lain adalah ungkapan "media abal-abal" yang acap digulirkan komisioner Dewan Pers, penerapan standar kompetensi wartawan mengarah kepada kewajiban bagi warga negara yang menjalankan fungsi pers untuk mengikuti uji kompetensi wartawan, serta verifikasi terhadap badan hukum yang bergerak dalam bidang roda usaha (bisnis) pers. Sikap Dewan Pers tersebut dinilai melampauai kewenangannya.
Dewan Pers, acap membenturkan tindakannya dengan argumentasi untuk melindungi pers dari para penumpang gelap kemerdekaan pers. Muncul jargon; Insan pers harus profesional, yang ukuran profesionalitasnya didasarkan pada lulus tidaknya mereka dalam pelaksanaan uji kompetensi wartawan.
Jargon itu merangkul kuat upaya kepolisian menjerat wartawan dengan sarana hukum pidana. Disebabkan jargon itu pula, dimensi tentang masalah hukum kasus-kasus pers bukan lagi terpatri kepada norma yang bertumpu kepada isu kebebasan berpikir, kebebasan untuk berekspresi, mencari dan menyebarkan informasi bertalian dengan unsur-unsur kepentingan umum sebagaimana bagian dari perlindungan HAM.
Tak ayal, Pemahaman sempit itu pada gilirannya berdampak kontraproduktif terhadap upaya memperjuangkan demokrasi, upaya untuk menghormati HAM bertalian dengan penyaluran hak atas kebebasan untuk berbicara, kebebasan berekspresi yg terman investasi dalam freedom of the press.
Masalah profesionalitas, karena hakikat dari pelaksanaan fungsi pers merupakan manivestasi yang bersentuhan dengan hak asasi alamiah manusia maka penerapan aturan administrasi hendaknya jgn sampai menjadi faktor penghambat bagi setiap subjek hukum dlm menyalurkan haknya dimaksud.
Mubes Pers, kiranya menjadi titik anjak proses berdemokrasi bagi kalangan insan pers sekaligus upaya memecah dan mencari solusi persoalan pers yang kini berada di persimpangan jalan.
Namun disayangkan, lika-liku perjuangan menggapai sasaran negara demokratis masih jauh dari ideal. Bahkan ketika ujian untuk bersikap demokratis itu tiba-tiba menghujam di acara Mubes, sikap tak elok muncul di tengah hajat memperjuangkan demokrasi itu sendiri. Cerminan sikap anti demokrasi itu muncul tatkala terdengar "kicauan" politik "Ganti Presiden" dari mulut Eggi Sudjana
Kicauan Eggi, mungkin juga dianggap tidak pada tempatnya. Namun juga terlalu naif, bila tak dimungkinkan terjadi keterkiliran sikap politik di tengah hamparan ruang yang diisi para punggawa demokrasi itu. Hal yang lumrah dan maklum kiranya di sebuah negara yang menjunjung tinggi demokrasi, sekalipun penolakan tersebut dihadapkan dengan isu posisi netralitas media.
Dalam pada itu, menurut saya, pengembanan tugas menjaga netralitas bukan didasarkan pada kecenderungan sikap politik para penggiat media yang bersangkutan, tetapi didasarkan pada bagaimana menjalankan objektifitas hukum secara nyata. Dengan demikian, perbedaan pandangan politik maupun perbedaan lainnya tetap dapat disikapi secara demokratis, sebagaimana ungkapan Voltaire yang menjadi kerangka filosofi dalam kebebasan berekspresi:
"I detest what you write, but I would give my life to make it possible for you to continue to write". Kalimat tersebut diparafrasekan lagi menjadi: "I disapprove of what you say, but I will defend to the death your right to say it, "tutupnya.
Begitupun keterangan pers yang disampaikan oleh Jacob Ereste, aktifis mayarakat, Direktur Eksekutif Atlantika Institut Nusantara menyampaikan, Musyawarah Besar (Mubes) Masyarakat Pers Indonesia yang digagas oleh Wilson Lalengke dan Heintje Mandagi serta kawan-kawan ini merupakan momentun kesadaran dan kebangkitan dari bangsa Indonesia untuk menjadikan sarana informasi, komunikasi serta publikasi sebagai bagian yang tidak bisa diabaikan peran dan fungsi strategisnya bagi pembangunan bangsa dan negara.
Media pers tidak hanya berfungsi sebagai media penyampai ide serta gagasan, terapi juga efektif sebagai alat kontrol yang bisa dimaksimalkan fungsi serta peranannya demi dan untuk jadi penjaga orang banyak untuk memperoleh perlindungan dan pembelaan dari sikap dan tindakan semena-mena dari pihak manapun.
Sikap netral pers Indonesia sudah dicederai oleh sikap media mainstream sendiri yang selama ini masih dipercayai publik untuk senantiasa netral dan tetap konsisten untuk kepentingan orang banyak. Tapi realitasnya telah terbungkam dan tidak netral dengan membela kepentingan para pemilik pemodal serta penguasa yang korup.
Karena itu, acara konsolidasi yang diperlukan oleh insan pers Indonesia adalah membentuk satu organisasi yang solid dengan legal standing dan memberi perlindungan bagi segenap anggota yang bernaung di dalamnya.
Tujuan utama organisasi pers yang diperlukan agar dapat gigih memperjuangkan aspirasi segenap kepentingan bagi masyarakat pers. Hingga upaya membangun bagi masyarakat pers yang adil dapat dilakukan secara bersama dengan segenap warga bangsa Indonesia lainnya.
Pada era miliniel sekarang, media sosial mampu mengubah sikap individu setiap orang melalui akun pribadinya. Semua bisa berubah dalam sekejap oleh informasi, komunikasi dan publikasi yang dapat diperoleh atau diteruskan kepada pihak lain.
Itulah sebabnya warga masyarakat pers sendiri bisa lebih profesional sikap maupun caranya menghadapi media mainstream yang semakin pongah, merasa hidup nyaman di genggaman para pengusaha dan penguasa yang tidak berpihak pada rakyat.
Oleh karena itu, pada momentum Mubes Pers Indonesia pada hari Selasa, 18 Desember 2018 menjadi tonggak sejarah dari kebangkitan kesadaran masyarakat pers Indonesia yang mandiri, independen, bebas dan merdeka untuk tetap setia mengawal sacara bersama kedaulatan rakyat, juga pasti berperan banyak demi dan untuk kemajuan bangsa dan negara untuk Indonesia berjaya di masa depan.
Masyarakat Pers Indonesia benar sadar bahwa eksistensi dirinya tak cuma sekedar mencatat atau cuma memberi kesaksian sejarah semata, tapi juga, masyarakat pers Indonesia yang sejati itu sungguhnya ialah bagian dari para pelaku sejarah itu juga, seperti Anda semua, ungkapnya diakhir keterangan persnya.
Mubes Pers Indonesia ini dipimpin oleh Wilson Lalengke dan mendapat pengamanan ketat dari personil TNI. Pengamanan dikendalikan oleh Pasi Ops Kodim 0505/ yang di percayakan kepada Dan Ramil Cipayung, Kapten Arh. Mulyoto. (rinaldo/red)
Sumber : Morris TH Giawa SE - Ketum DPP GWI.
Editor : Edy MDNews 01.
Peserta musyawarah besar ini hadir mencapai lebih 2000 orang yang semuanya adalah para penggiat pers dan aktifis pers dari berbagai penjuru di Indonesia.
Salah satu yang terpancar di acara itu adalah terkuaknya kinerja buruk Dewan Pers di beberapa tahun belakangan ini dalam melindungi wartawan maupun media yang memberitakan tentang kritikan maupun peristiwa sosial masyarakat justru dikriminalisasi.
Bahkan tidak sedikit wartawan mendapat intimidasi dan kekerasan, hingga yang lebih menyakitkan lagi diproses hukum oleh pihak kepolisian hingga dijembloskan ke penjara karena pemberitaan yang dibuat, dan ada beberapa diantaranya hadir korban kriminalisasi wartawan pada acara tersebut.
Diketahui pada agenda musyarawah itu, Sekber Pers Indonesia membentuk Dewan Pers Independen untuk menggantikan Dewan Pers dan atas kekecewaan terhadap kinerja Dewan Pers yang acap kali melakukan pembiaran dan tidak proaktif atas semua peristiwa yang menimpa wartawan.
Dewan Pers Independen ini dibentuk terdiri dari belasan organisasi pers dan ratusan media yang menyatakan sikap untuk bernaung kepada Dewan Pers Independen ketimbang Dewan Pers yang sudah ada.
Atas pembentukan Dewan Pers Independen ini, banyak pelaku pers yang mendukung dan berharap penuh kepada Dewan Pers Independen menggantikan Dewan Pers.
Berikut beberapa keterangan pers yang dihimpun media ini:
Pemimpin Redaksi inspiratormedia.id, Zulfahmi Siregar dalam keterangan persnya menyampaikan, dengan terbentuknya Dewan Pers Independen dalam Mubes Pers Indonesia 2018 ini, kita harapkan semua informasi pemberitaan atau isu-isu di daerah agar juga cepat sampai ke pusat.
Sehingga tidak terjadi yang disebut sebuah sentralistis pemberitaan, ujarnya yang menilai bahwa pemberitaan di pusat lebih mendominasi diberbagai media ketimbang pemberitaan daerah-daerah.
Termaksud juga kinerja Dewan Pers Independen untuk tidak ada lagi wartawan yang termarginalkan, dan jika ada permasalahan pemberitaan dikaitkan dengan hukum maka Dewan Pers Independen harus siap melakukan advokasi atau pendampingan hukum.
Pemimpin Redaksi Majalah Inspirator, Ichan juga memberikan keterangan pers mengatakan, dirinya salut dengan antusias rekan-rekan wartawan yang memiliki solidaritas tinggi untuk datang berbondong-bondong menghadiri acara Mubes Pers Indonesia dan mendukung terbentuknya Dewan Pers Independen.
Begitu pula dengan aktifis pers, pendiri dari Forum Wartawan Digital disingkat Forward, Mahar Prastowo menyampaikan pada keterangan persnya, ia mengapresiasi musyawarah besar Pers Indonesia ini dan optimis menjadi sebuah gerakan pers yang kuat sehingga pelaku-pelaku pers di Indonesia mempunyai ruang pelindung dalam menjalankan pekerjaan wartawan yang sesungguhnya, menurutnya, kemerdekaan pers dilindungi UUD 1945 dan UU Pers.
Tidak luput kehadiran langsung pelaku pers dari Papua yakni perwakilan dari Media Online papualives.com, Maikel Edowai, ikut dalam mubes pers Indonesia, pada keterangan persnya mengatakan, musyarah ini merupakan bagian dari perhatian terhadap kebebasan pers.
Ia tertarik dengan tema yang diusung dalam acara ini,”Satukan Persepsi Seluruh Pers Tanah Air Untuk Membentuk Dewan Pers Independen Demi Mewujudkan Profesionalisme dan Independensi Sesuai Amanat UU Nomor 40 tahun 1999″.
Yang paling menarik adalah statement seorang DR. Ibnu Mazjah, S.H., M.H, Staf Pengajar pada Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Mathlaul Anwar, Banten, yang juga memberikan pandangannya terkait agenda pembentukan Dewan Pers Independen ini.
Dalam keterangan persnya menerangkan, hajat masyarakat pers yang dihadiri 2000-an peserta dari perwakilan media massa maupun organisasi pers di Indonesia yang mengemban misi membentuk Dewan Pers Independen.
Hal itu adalah susulan dari penilaian masyarakat pers terhadap Dewan Pers yang dinilai tak demokratis serta tak merepresentasikan penghormatan terhadap kebebasan pers itu sendiri.
Beberapa tindakan dan kebijakan Dewan Pers, yang saya ketahui antara lain adalah ungkapan "media abal-abal" yang acap digulirkan komisioner Dewan Pers, penerapan standar kompetensi wartawan mengarah kepada kewajiban bagi warga negara yang menjalankan fungsi pers untuk mengikuti uji kompetensi wartawan, serta verifikasi terhadap badan hukum yang bergerak dalam bidang roda usaha (bisnis) pers. Sikap Dewan Pers tersebut dinilai melampauai kewenangannya.
Dewan Pers, acap membenturkan tindakannya dengan argumentasi untuk melindungi pers dari para penumpang gelap kemerdekaan pers. Muncul jargon; Insan pers harus profesional, yang ukuran profesionalitasnya didasarkan pada lulus tidaknya mereka dalam pelaksanaan uji kompetensi wartawan.
Jargon itu merangkul kuat upaya kepolisian menjerat wartawan dengan sarana hukum pidana. Disebabkan jargon itu pula, dimensi tentang masalah hukum kasus-kasus pers bukan lagi terpatri kepada norma yang bertumpu kepada isu kebebasan berpikir, kebebasan untuk berekspresi, mencari dan menyebarkan informasi bertalian dengan unsur-unsur kepentingan umum sebagaimana bagian dari perlindungan HAM.
Tak ayal, Pemahaman sempit itu pada gilirannya berdampak kontraproduktif terhadap upaya memperjuangkan demokrasi, upaya untuk menghormati HAM bertalian dengan penyaluran hak atas kebebasan untuk berbicara, kebebasan berekspresi yg terman investasi dalam freedom of the press.
Masalah profesionalitas, karena hakikat dari pelaksanaan fungsi pers merupakan manivestasi yang bersentuhan dengan hak asasi alamiah manusia maka penerapan aturan administrasi hendaknya jgn sampai menjadi faktor penghambat bagi setiap subjek hukum dlm menyalurkan haknya dimaksud.
Mubes Pers, kiranya menjadi titik anjak proses berdemokrasi bagi kalangan insan pers sekaligus upaya memecah dan mencari solusi persoalan pers yang kini berada di persimpangan jalan.
Namun disayangkan, lika-liku perjuangan menggapai sasaran negara demokratis masih jauh dari ideal. Bahkan ketika ujian untuk bersikap demokratis itu tiba-tiba menghujam di acara Mubes, sikap tak elok muncul di tengah hajat memperjuangkan demokrasi itu sendiri. Cerminan sikap anti demokrasi itu muncul tatkala terdengar "kicauan" politik "Ganti Presiden" dari mulut Eggi Sudjana
Kicauan Eggi, mungkin juga dianggap tidak pada tempatnya. Namun juga terlalu naif, bila tak dimungkinkan terjadi keterkiliran sikap politik di tengah hamparan ruang yang diisi para punggawa demokrasi itu. Hal yang lumrah dan maklum kiranya di sebuah negara yang menjunjung tinggi demokrasi, sekalipun penolakan tersebut dihadapkan dengan isu posisi netralitas media.
Dalam pada itu, menurut saya, pengembanan tugas menjaga netralitas bukan didasarkan pada kecenderungan sikap politik para penggiat media yang bersangkutan, tetapi didasarkan pada bagaimana menjalankan objektifitas hukum secara nyata. Dengan demikian, perbedaan pandangan politik maupun perbedaan lainnya tetap dapat disikapi secara demokratis, sebagaimana ungkapan Voltaire yang menjadi kerangka filosofi dalam kebebasan berekspresi:
"I detest what you write, but I would give my life to make it possible for you to continue to write". Kalimat tersebut diparafrasekan lagi menjadi: "I disapprove of what you say, but I will defend to the death your right to say it, "tutupnya.
Begitupun keterangan pers yang disampaikan oleh Jacob Ereste, aktifis mayarakat, Direktur Eksekutif Atlantika Institut Nusantara menyampaikan, Musyawarah Besar (Mubes) Masyarakat Pers Indonesia yang digagas oleh Wilson Lalengke dan Heintje Mandagi serta kawan-kawan ini merupakan momentun kesadaran dan kebangkitan dari bangsa Indonesia untuk menjadikan sarana informasi, komunikasi serta publikasi sebagai bagian yang tidak bisa diabaikan peran dan fungsi strategisnya bagi pembangunan bangsa dan negara.
Media pers tidak hanya berfungsi sebagai media penyampai ide serta gagasan, terapi juga efektif sebagai alat kontrol yang bisa dimaksimalkan fungsi serta peranannya demi dan untuk jadi penjaga orang banyak untuk memperoleh perlindungan dan pembelaan dari sikap dan tindakan semena-mena dari pihak manapun.
Sikap netral pers Indonesia sudah dicederai oleh sikap media mainstream sendiri yang selama ini masih dipercayai publik untuk senantiasa netral dan tetap konsisten untuk kepentingan orang banyak. Tapi realitasnya telah terbungkam dan tidak netral dengan membela kepentingan para pemilik pemodal serta penguasa yang korup.
Karena itu, acara konsolidasi yang diperlukan oleh insan pers Indonesia adalah membentuk satu organisasi yang solid dengan legal standing dan memberi perlindungan bagi segenap anggota yang bernaung di dalamnya.
Tujuan utama organisasi pers yang diperlukan agar dapat gigih memperjuangkan aspirasi segenap kepentingan bagi masyarakat pers. Hingga upaya membangun bagi masyarakat pers yang adil dapat dilakukan secara bersama dengan segenap warga bangsa Indonesia lainnya.
Pada era miliniel sekarang, media sosial mampu mengubah sikap individu setiap orang melalui akun pribadinya. Semua bisa berubah dalam sekejap oleh informasi, komunikasi dan publikasi yang dapat diperoleh atau diteruskan kepada pihak lain.
Itulah sebabnya warga masyarakat pers sendiri bisa lebih profesional sikap maupun caranya menghadapi media mainstream yang semakin pongah, merasa hidup nyaman di genggaman para pengusaha dan penguasa yang tidak berpihak pada rakyat.
Oleh karena itu, pada momentum Mubes Pers Indonesia pada hari Selasa, 18 Desember 2018 menjadi tonggak sejarah dari kebangkitan kesadaran masyarakat pers Indonesia yang mandiri, independen, bebas dan merdeka untuk tetap setia mengawal sacara bersama kedaulatan rakyat, juga pasti berperan banyak demi dan untuk kemajuan bangsa dan negara untuk Indonesia berjaya di masa depan.
Masyarakat Pers Indonesia benar sadar bahwa eksistensi dirinya tak cuma sekedar mencatat atau cuma memberi kesaksian sejarah semata, tapi juga, masyarakat pers Indonesia yang sejati itu sungguhnya ialah bagian dari para pelaku sejarah itu juga, seperti Anda semua, ungkapnya diakhir keterangan persnya.
Mubes Pers Indonesia ini dipimpin oleh Wilson Lalengke dan mendapat pengamanan ketat dari personil TNI. Pengamanan dikendalikan oleh Pasi Ops Kodim 0505/ yang di percayakan kepada Dan Ramil Cipayung, Kapten Arh. Mulyoto. (rinaldo/red)
Sumber : Morris TH Giawa SE - Ketum DPP GWI.
Editor : Edy MDNews 01.
Tags
Nasional