Medan, mediadunianews.co - Pada hari Jumat tepat Tanggal 07/09/18 Jl. Pangeran Diponegoro No.30, Kel, Madras Hulu, Medan Polonia, Kota Medan, Sumatera Utara. Terjadinya Manager Advokasi dan Kampanye WALHI sumut ‘Fhiliya Himasari bersama puluhan pegiat lingkungan, masyarakat Nelayan Teluk Haru, petani dan mahasiswa menolak penggunaan energi kotor batubara di Sumatera Utara.
Aksi ini dipimpin oleh Fhiliyah Himasari didepan kantor Gubernur
Menyampaikam Bahwa, PLTU Unit 1 & 2 di Pangkalan Susu, Kab. Langkat, Prov. Sumatera Utara diduga kuat adanya mengancam terhadap kegiatan PLTU yang menggunakan bahan utama batubara yang sangat berdampak Negatif, terhadap masyarakat nelayan, petani dan masyarakat lainnya. Masyarakat di sekitar Pulau Haru dan di Desa Pulau Sembilan, Kec. Pangkalan Susu, Kab. Langkat, Prov. Sumatera Utara + 660 kepala keluarga yang hanya mendapatkan listrik hanya + 11 jam dalam sehari, artinya PLTU yang di bangun belum benar - benar stabil, belum merdampak positif untuk masyarakat di sekitaran PLTU Pangkalan Susu. "Ungkapnya
Lanjutnya, “Fhiliya Himasari menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia sangat serius dalam mempersiapkan bauran energi. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Presiden (PP) No 5 Tahun 2006 yang mengatur tentang kebijakan pemerintah dalam hal energi nasional yang harus dilaksanakan untuk mengurangi ketergantungan terhadap sumber energi fosil. Target pertama dari peraturan tersebut adalah pada tahun 2025 peran energi baru dan terbarukan minimal mencapai 23% dari total konsumsi energi nasional dan pada tahun 2050 diharapkan bisa mencapai 31%. Sedangkan sumber energi fosil seperti minyak bumi dan batubara diharapkan konsumsinya menurun untuk beberapa tahun kedepan seperti minyak bumi harus diturunkan mencapai 25% pada tahun 2025 dan 20% pada tahun 2050 dan konsumsi batubara minimal 30% pada tahun 2025 dan 25% pada tahun 2050. 'Ujarnya
Lanjutnya Pembangunan pembangkit listrik melalui program Fast Track Project (FTP) yang diinisiasi oleh pemerintah Jokowi – JK sebanyak 35.000 MW selama kurun waktu 5 tahun dengan tujuan untuk menuntaskan distribusi dan serapan listrik kepada masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Akan tetapi disisi lain, pembangunan pembangkit listrik yang saat ini dikerjakan diberbagai provinsi banyak menuai pro dan kontra akibat penggunaan batubara sebagai bahan utama pembangkit listrik yang dinilai kotor dan tidak ramah lingkungan. Konsumsi penggunaan Batubara sejak 2013 meningkat dari 53% dan diperkirakan 63% di tahun 2022. Fast Track Kelistrikan dari PLN Periode 1 yaitu 80% adalah PLTU dengan energi kotor batubara. Hal ini banyak menuai protes dikalangan masyarakat dan tidak konsekuen dengan komitmen pemerintah Indonesia yang tetuang dalam UU No. 16 Tahun 2016 tentang Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa – Bangsa Mengenai Perubahan Iklim yang telah diratifikasi. Pemanfaatan Batubara sebagai bahan utama terhadap pengoperasian PLTU Pangkalan Susu memiliki banyak dampak negatif terhadap Lingkungan. Batubara termasuk dalam salah satu energi kotor yang menghasilkan karbon dioksida yang berdampak buruk bagi lingkungan dan juga kesehatan. Emisi pembakaran Batubara menyumbang sepertiga emisi gas karbon di udara. Pembakaran batubara merupakan penyebab utama perubahan iklim. Pembangkit listrik batubara menghasilkan 37% emisi karbon dioksida di dunia dan 72% terhadap total sektor listrik serta 41% terhadap total emisi dari sektor energi dunia. Hal ini tidak sesuai dengan amanat UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pada bagian ketiga tujuan yang dijabarkan dalam diktum pasal 3 Perlindungan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan a) melindungi wilayah negara kesatuan republik indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. b) menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia. c) menjamin kelangsungan mahluk hidup dan kelestarian ekosistem d) menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, ”jelasnya.
“PLTU Pangkalan Susu ini hanya salah satu contoh yang dapat mengancam mata pencarian masyarakat di sekitaran PLTU Pangkalan Susu yang terdiri dari pertanian, nelayan serta masyarakat lainya yang tergantung pada mata pencaharian dari petani dan perikanan.
“Jika ini dibiarkan terus maka akan berpotensi menimbulkan konflik dan pemerintah untuk dapat memanfaatkan energi bersih atau energi baru terbarukan serta menghentikan energi kotor batubara, "Ungkapnya pada aksi di Kantor Gubernur Sumut.
Reporter : Sofumbowo Taf.
Editor : Edy MDNews 01.
Aksi ini dipimpin oleh Fhiliyah Himasari didepan kantor Gubernur
Menyampaikam Bahwa, PLTU Unit 1 & 2 di Pangkalan Susu, Kab. Langkat, Prov. Sumatera Utara diduga kuat adanya mengancam terhadap kegiatan PLTU yang menggunakan bahan utama batubara yang sangat berdampak Negatif, terhadap masyarakat nelayan, petani dan masyarakat lainnya. Masyarakat di sekitar Pulau Haru dan di Desa Pulau Sembilan, Kec. Pangkalan Susu, Kab. Langkat, Prov. Sumatera Utara + 660 kepala keluarga yang hanya mendapatkan listrik hanya + 11 jam dalam sehari, artinya PLTU yang di bangun belum benar - benar stabil, belum merdampak positif untuk masyarakat di sekitaran PLTU Pangkalan Susu. "Ungkapnya
Lanjutnya, “Fhiliya Himasari menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia sangat serius dalam mempersiapkan bauran energi. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Presiden (PP) No 5 Tahun 2006 yang mengatur tentang kebijakan pemerintah dalam hal energi nasional yang harus dilaksanakan untuk mengurangi ketergantungan terhadap sumber energi fosil. Target pertama dari peraturan tersebut adalah pada tahun 2025 peran energi baru dan terbarukan minimal mencapai 23% dari total konsumsi energi nasional dan pada tahun 2050 diharapkan bisa mencapai 31%. Sedangkan sumber energi fosil seperti minyak bumi dan batubara diharapkan konsumsinya menurun untuk beberapa tahun kedepan seperti minyak bumi harus diturunkan mencapai 25% pada tahun 2025 dan 20% pada tahun 2050 dan konsumsi batubara minimal 30% pada tahun 2025 dan 25% pada tahun 2050. 'Ujarnya
Lanjutnya Pembangunan pembangkit listrik melalui program Fast Track Project (FTP) yang diinisiasi oleh pemerintah Jokowi – JK sebanyak 35.000 MW selama kurun waktu 5 tahun dengan tujuan untuk menuntaskan distribusi dan serapan listrik kepada masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Akan tetapi disisi lain, pembangunan pembangkit listrik yang saat ini dikerjakan diberbagai provinsi banyak menuai pro dan kontra akibat penggunaan batubara sebagai bahan utama pembangkit listrik yang dinilai kotor dan tidak ramah lingkungan. Konsumsi penggunaan Batubara sejak 2013 meningkat dari 53% dan diperkirakan 63% di tahun 2022. Fast Track Kelistrikan dari PLN Periode 1 yaitu 80% adalah PLTU dengan energi kotor batubara. Hal ini banyak menuai protes dikalangan masyarakat dan tidak konsekuen dengan komitmen pemerintah Indonesia yang tetuang dalam UU No. 16 Tahun 2016 tentang Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa – Bangsa Mengenai Perubahan Iklim yang telah diratifikasi. Pemanfaatan Batubara sebagai bahan utama terhadap pengoperasian PLTU Pangkalan Susu memiliki banyak dampak negatif terhadap Lingkungan. Batubara termasuk dalam salah satu energi kotor yang menghasilkan karbon dioksida yang berdampak buruk bagi lingkungan dan juga kesehatan. Emisi pembakaran Batubara menyumbang sepertiga emisi gas karbon di udara. Pembakaran batubara merupakan penyebab utama perubahan iklim. Pembangkit listrik batubara menghasilkan 37% emisi karbon dioksida di dunia dan 72% terhadap total sektor listrik serta 41% terhadap total emisi dari sektor energi dunia. Hal ini tidak sesuai dengan amanat UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pada bagian ketiga tujuan yang dijabarkan dalam diktum pasal 3 Perlindungan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan a) melindungi wilayah negara kesatuan republik indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. b) menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia. c) menjamin kelangsungan mahluk hidup dan kelestarian ekosistem d) menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, ”jelasnya.
“PLTU Pangkalan Susu ini hanya salah satu contoh yang dapat mengancam mata pencarian masyarakat di sekitaran PLTU Pangkalan Susu yang terdiri dari pertanian, nelayan serta masyarakat lainya yang tergantung pada mata pencaharian dari petani dan perikanan.
“Jika ini dibiarkan terus maka akan berpotensi menimbulkan konflik dan pemerintah untuk dapat memanfaatkan energi bersih atau energi baru terbarukan serta menghentikan energi kotor batubara, "Ungkapnya pada aksi di Kantor Gubernur Sumut.
Reporter : Sofumbowo Taf.
Editor : Edy MDNews 01.
Tags
Teknologi